Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau
efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan
kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap
derivatif dari Efek.
Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa
efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu
efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Dalam Peraturan Bapepam
dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa
Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan
pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan
pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip – prinsip syariah di
Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan
di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit
Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
1. Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal
kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham
berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut.
Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan
konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah
mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah.
Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak
semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat
disebut sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai
saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
- Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah.
- Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran
dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak
bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria
sebagai berikut:
- kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan
kegiatan usaha:
- perjudian dan permainan yang tergolong judi;
- perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
- perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
- bank berbasis bunga;
- perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
- jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian(gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
- memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
- melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
- rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
- rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
- kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan
kegiatan usaha:
2. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari
istilah obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi
merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti
sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan Bapepam dan
LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut :
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
- aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
- nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
- jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
- aset proyek tertentu (maujudat masyru’ muayyan); dan atau
- kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”
Karakteristik Sukuk
Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang
berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan
bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang
diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan
(underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada
aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk
kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa
imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang
digunakan dalam penerbitan sukuk.
Jenis Sukuk
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari :
- Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
- Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
- Sertifikat salam.
- Sertifikat istishna.
- Sertifikat murabahah.
- Sertifikat musyarakah.
- Sertifikat muzara’a.
- Sertifikat musaqa.
- Sertifikat mugharasa.
3. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah
didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan
peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan
Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan
salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya
pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian
untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang
sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki
modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya
memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997
ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan
Juli 1997.
Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki
kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya.
Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme
investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio,
screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan
berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang
risiko, antara lain:
- Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat berharga syariah lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam mengelola dananya. - Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara bersamaan. dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga sebagai redemption effect. - Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana. - Risiko politik dan ekonomi
Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana.
0 comments:
Posting Komentar