Sabtu, 10 April 2010

Pancasila dan Hukum Nasional

            Kehidupan bangsa Indonesia terus mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu agar terarah kepada tujuan negara yang telah kita sepakati perlu dilakukan secara sengaja dan terencana. Tidaklah mungkin selamanya manusia Indonesia hidup dalam alam tradisional dan kedaerahan. Sejak adanya Soempah Pemoeda 1928, kita telah berketad berbangsa satu bangsa Indonesia. Dalam semangat yang sama, langkah itu perlu diikuti dengan tekad menyusun hukum nasional.
            Kita bersatu bukan untuk meleburkan diri dari jati diri masing-masing. Kemajemukan hukum merupakan bagian dari kemajemukan budaya. Kemajemukan hukum merupakan aset nasional yang berharga dan perlu dijaga. Dari kemajemukan kita dapat saling belajar dan saling memberi sehingga kehidupan menjadi semakin dinamis dan maju. Oleh sebab itu, pengakuan dan penghormatan atas kemajemukan hukum perlu terus dijaga dalam wadah dan semboyan bhinneka tunggal ika.
            Indonesia sebagai negara baru supaya dapat berdiri sejajar dengan negara-negara lain perlu membuka diri dan berinterksi dalam percaturan dunia global. Hubungan-hubungan internasional tersebut mensyaratkan adanya hukum nasional yang mampu mengakomodasi hukum internasional. Hukum Internasional harus diterima sebagai bagian dari bahan penyusunan hukum nasional, tanpa harus mengalahkan sifat kenasionalan kita. Artinya, semangat nasionalisme perlu ditempatkan di atas penerimaan atau penyesuaian terhadap hukum internasional. Lebih dari itu perlu dijaga agar nasionalisme itu tidak luntur karena desakan hukum internasional. Dengan kata lain, hukum nasional harus disusun dalam semangat menjaga kedaulatan hukum atas negeri sendiri.
            Tanpa mengurangi arti penting untuk membicarakan bidang-bidang hukum lain, perkenankan kami menampilkan hukum agraria nasional sebagai pintu masuk membicarakan hukum nasional. Seperti diketahui bahwa sejak awal kemerdekaan upaya mewujudkan sistem hukum nasional sudah mulai dikerjakan, antara lain dengan melakukan unifikasi hukum di bidang agraria. Hukum agraria nasional sengaja digarap paling awal mengingat dari masalah agraria inilah bangsa Indonesia terlibat dalam berbagai pergulatan sosial, politik maupun hukum. Agraria dan sumberdaya yang ada di dalamnya selalu menjadi objek perebutan penguasaan dan pemilikan, baik antar sesama warga, kelompok, masyarakat adat, kerajaan, dan bahkan negara. Penjajahan atas Indonesia oleh negara asingpun dalam rangka penguasaan agraria tersebut. Oleh sebab itu, sungguh bijak ketika kita merdeka maka perhatian utama diprioritaskan untuk mengatur masalah agraria. Pada satu sisi dengan keberadaan hukum agraria nasional diharapkan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia segera dapat ditingkatkan, sedangkan pada sisi lain keberadaan hukum agraria nasional merupakan sarana untuk mengantisipasi munculnya berbagai konflik pemilikan dan penguasaannya.
            Hukum agraria nasional sengaja ditampilkan di sini sebagai contoh hukum yang mampu merangkum semua jenis hukum yang ada di Indonesia dan sebagai hukum yang visioner. Pokok-pokok pengaturan hukum agraria nasional terdapat di dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Tidak dapat disangkal, bahwa UUPA merupakan produk perundang-undangan yang mampu bertahan cukup lama, ditengah-tengah pergolakan dan perubahan sosial, politik dan rezim kekuasaan di negeri ini. Betapapun ada sekian banyak desakan untuk merubah bahkan mengganti UUPA dengan dalih reformasi agraria, kenyataan UUPA sampai dengan hari ini masih tegar, utuh dan sah berlaku. Hal demikian rasanya tidak mungkin terjadi, kecuali UUPA mempunyai akar yang kuat dan mendalam pada kehidupan bangsa Indonesia. Akar yang kuat dan mendalam tersebut antara lain berupa nilai-nilai luhur yang daripadanya dibangun hukum agraria nasonal dengan objek-garapan meliputi : bumi, air, ruang-angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagaimana lazim disebut agraria (bumi Indonesia).

0 comments:

Posting Komentar