Kamis, 02 Mei 2019

Hukum Gadai Emas Syariah Menurut Pengamat Ekonomi Syariah

Saat ini menggadaikan barang dan perhiasan menjadi hal yang lumrah untuk mencukupi kebutuhan yang sifatnya mendesak.  Sistem pembayarannya pun sudah ada yang berbasis syariah. Lalu, bagaimana hukumnya?
Pengamat Ekonomi Syariah, Andriwarman Karim mengkritik fenomena lonjakan kegiatan gadai emas syariah. Baik di pusat jasa pegadaian atau di industri perbankan syariah di tanah air. Modifikasi top up atau gadai ulang ini pertama kali diperkenalkan ilmunya oleh BRI Syariah. Setelah ini berkembang luas, barulah kemudian BI melihat pertumbuhan dari gadai emas di bank syariah ini luar  biasa cepatnya,” ungkapnya.
Pada awalnya, produk gadai emas Syariah ketika diluncurkan sekitar tahun 2007, relatif tidak ada masalah, lalu masalah baru muncul ketika nasabah melakukan modifikasi gadai ulang. Saat sudah jatuh tempo, nasabah tidak membayar uangnya, tapi dia melakukan gadai ulang.

"Jadi emasnya tidak jadi ditebus. Sekali menaruh emas misalnya 100 gram, sehabis itu setiap empat bulan sekali dia dapat uang karena melakukan gadai ulang," ujarnya.
Dia melanjutkan sehingga nasabah bisa mendapat pinjaman terus menerus dengan hanya menaruh 100 gram emas. Kondisi inilah yang lama kelamaan membuat arah dan tujuan awal dari kegiatan gadai syariah melenceng dari ruh fatwa no 25 dan no 25 DSN MUI. Untuk mencegah layanan gadai emas syariah menjadi jauh dari ruh fatwanya.
"Saya selalu sarankan untuk pembatasan frekuensi gadai ulang maksimum tiga kali," pungkasnya.
Adapun, gadai secara hukumnya dibolehkan asalkan tidak terkandung unsur-unsur ribawi. Bahkan beberapa kali tercatat Rasulullah SAW mengadaikan harta bendanya. Perbedaan utama antara gadai syariah dengan gadai yang haram adalah dalam hal pengenaan bunga. Pegadaian syariah bebas dari bunga, yang ada adalah biaya penitipan barang.
Dalam perkembangannya, gadai yang sesuai syariah ternyata memilki potensi pasar yang besar sehingga di negara–negara dengan mayoritas penduduk muslim, seperti di Timur Tengah dan Malaysia, pegadaian syariah telah berkembang pesat. Bahkan di negeri Indonesia pun sekarang sudah mulai banyak pegadian yang menggunakan sistem syariah, atau dikenal dengan nama Pegadaian Syariah.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang menggadaikan kambingnya, bolehkah kambingnya diperah. Nabi mengizinkan, sekadar untuk menutup biaya pemeliharaan. Artinya, Rasullullah mengizinkan kita mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan untuk menutup biaya pemeliharaan. Biaya pemeliharaan itulah yang kemudian dijadikan dasar ijtihad para pakar keuangan syariah, sehingga gadai atau rahn ini menjadi produk keuangan syariah yang cukup menjanjikan.
Namun pegadaian yang sering kita saksikan di negeri Indonesia ini banyak yang melanggar aturan syariah, sehingga hukumnya haram. Sebab, prakteknya justru sekadar pembungaan uang atau hutang yang nyata-nyata diharamkan di dalam semua agama.


Sumber : www.gomuslim.co.id

0 comments:

Posting Komentar