Rabu, 31 Mei 2017

Fenomena Fintech: Peluang dan Tantangan

Dunia teknologi informasi terus berkembang. Setelah bisnis dalam jaringan (online) menggempur pasar konvensional, teknologi informasi mulai merambah bisnis keuangan melalui layanan keuangan digital atau financial technology (fintech). Di Indonesia, bisnis fintech tumbuh sangat cepat, baik jumlah pelakunya maupun transaksinya. Otoritas Jasa Keuangan mencatat, setidaknya terdapat 120 fintech yang masuk dalam otorisasi OJK. Jumlah itu belum termasuk jenis usaha fintech di bidang sistem pembayaran yang akan diatur Bank Indonesia (BI). Sepanjang 2016, BI mencatat transaksi fintech di Indonesia mencapai US$14,48 miliar atau setara Rp188,2 triliun. Jumlah transaksi itu diprediksi bisa mencapai US$130 miliar pada 2020. Melihat fakta tersebut, BI dan OJK tentu tidak tinggal diam. Saat ini, OJK dan BI mulai menyiapkan aturan sekaligus mengklasifikasikan jenis fintech yang masuk otorisasi masingmasing lembaga.

"OJK secara intensif terus mempelajari perkembangan fenomena fintech, agar OJK dapat mengawal evolusi ekonomi ini supaya mampu mendukung perkembangan industry jasa keuangan ke depan dan terus menjamin perlindungan konsumen," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto, dalam siaran persnya, di Jakarta, beberapa waktu lalu. OJK dan BI menyatakan aturan khusus fintech akan menjamin kepastian usaha dan keamanan bagi masyarakat. Sebagai otoritas sistem pembayaran, BI mendukung penuh perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang sehat. Dukungan itu diwujudkan dengan pembentukan Bank Indonesia Fintech Office.
"Fintech Office merupakan wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan produk/layanan dari Fintech,
serta inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi," kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo saat meresmikan BI Fintech Office di Jakarta, Senin (14/11/2016).
Mengapa kedua otoritas itu begitu peduli terhadap fintech? OJK dan BI sama-sama melihat fintech bisa menjadi jalan untuk mendorong program inklusi keuangan. Meski begitu, kedua otoritas harus memastikan bahwa fintech benar-benar andal, efisiensi, dan aman. Prinsipnya, transaksi online itu tidak boleh merugikan konsumen. Bagaimana fintech bekerja? Fintech adalah startup yang memiliki fokus untuk memaksimalkan penggunaan teknologi guna mengubah, mempertajam berbagai aspek layanan keuangan. Aspek itu mencakup metode pembayaran, transfer dana, pinjaman, pengumpulan dana, dan pengelolaan aset.
Pada kuartal I-2016, data lembaga riset Accenture menunjukkan, investasi global dalam usaha fintech mencapai USD 5,3 miliar, naik 67% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Di Eropa dan Asia- Pasifik, investasi ke perusahaan fintech naik hampir dua kali lipat. Perusahaan rintisan (startup) bidang teknologi keuangan atau fintech akan menjadi incaran baru para investor. Sepanjang 2015, para pemain fintech di Asia mendapatkan dana sekitar US$ 4,5 miliar atau empat kali lebih besar dibandingkan 2014. Artinya, total investasi ke bidang ini hingga 2015 telah mencapai US$ 19,1 miliar. India dan Tiongkok menjadi negara yang paling banyak mendapatkan kucuran dana.
Perkembangan di Indonesia
Bagaimana dengan Indonesia? Dalam beberapa tahun terakhir, investasi di bidang fintech juga terus bertumbuh di Indonesia. Pada 2008, investasi di fintech masih sekitar US$900 juta. Pada 2013, jumlahnya meningkat menjadi US$ 3 miliar. "Pada 2018, kami optimistis investasi fintech mencapai US$ 8 miliar," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.
Di Indonesia, fintech menempati urutan kedua terpopuler setelah e-commerce. Kepopuleran itu berdasarkan jumlah startup yang menerima pendanaan sepanjang 2015. Yang jelas, fintech sangat potensial untuk berkembang di Indonesia. Terlebih lagi, tingkat penetrasi keuangan di Indonesia masih di bawah 35,8%. Ke depan, kehadiran fintech diharapkan bisa Mempercepat perluasan jangkauan layanan keuangan. Selain itu, fintech dapat menekan biaya dan waktu penyediaan layanan keuangan.
Bagi pemain fintech, Indonesia menyimpan peluang sekaligus tantangan. "Saat ini, industri fintech di Indonesia masih dalam tahap pengenalan teknologi layanan keuangan bersifat agnostis dan inklusif," jelas Brata Rafly, CEO Dimo Pay Indonesian (Dimo), sebuah perusahaan startup yang bergerak dalam bidang mobile payment. Dimo Pay, misalnya, menghadirkan pengalaman transaksi keuangan melalui teknologi Quick Response (QR) Code. Konsep Pay by QR ini bersifat inklusif. Dimo Pay menyediakan sebuah 'bahasa' yang dapat digunakan oleh sumber dana manapun (bank, telko, e-wallet), pengguna smartphone dengan brand manapun, dan juga merchant apapun. Selanjutnya, para merchant dapat melakukan penagihan dengan menampilkan QR Code melalui print out pada mesin Electronic Data Capture (EDC), monitor komputer, stiker tempel, maupun langsung pada monitor smartphone. Seiring dengan meningkatnya angka penetrasi smartphone yang telah melebihi 43%, Dimo {ay optimistis sistem pembayaran Pay by QR akan bertumbuh di Indonesia. "Revolusi industry keempat tidak bisa dihindari oleh cabang industri mana pun, termasuk industri keuangan," ujar Brata. Keberadaan fintech akan memudahkan masyarakat untuk mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi, dan meningkatkan literasi keuangan. Di Indonesia, perusahaanperusahaan fintech didominasi oleh perusahaan startup dan berpotensi besar. Jenis fintech di Indonesia juga beragam, antara lain startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, dan riset keuangan. Dari beragam jenis tersebut, startup terbanyak di Indonesia adalah fintech pembayaran seperti Veritrans, DoKu, Kartuku, Sakuku BCA, Dompetku Indosat Ooredoo, dan Uangku SmartFren. Di bidang investasi, terdapat Bareksa (Marketplace Reksa Dana) dan IpotFund Supermarket Reksa Dana).
Di bidang perencanaan keuangan, Finansialku sedang mengembangkan aplikasi untuk merencanakan keuangan. Dalam bidang pembiayaan, ada UangTeman.com. Wujudkan. com, Kitabisa.com, Ayopeduli.com, dan GandengTangan.org. Selain itu, terdapat pula situs pembanding produk-produk keuangan, seperti DuitPintar.com, HaloMoney.co.id, CekAja.com, ermati.com, RajaPremi.com dan Asuransi88.com. Di bidang riset keuangan, Indonesia memiliki Infovesta.com. Kehadiran fintech menjadi tantangan baru bagi industry keuangan. Sebab, layanan fintech banyak menyasar lini bisnis yang selama ini menjadi ranah perbankan seperti consumer banking (segmen ritel) dan pembayaran.
Di sisi lain. Fintech memacu perbankan untuk memikirkan kembali model bisnis dan cara kerja bank. Bank Mandiri, induk perusahaan Bank Syariah Mandiri, melihat fintech sebagai mitra untuk bekerja sama meningkatkan layanan jasa keuangan."Kami memiliki kerja sama demean beberapa fintech sebagai partner bussiness. Bank Mandiri juga memiliki anak usaha, Mandiri Capital Indonesia, sebuah perusahaan modal ventura yang konsentrasi di fintech," jelas Rico Usthavia Frans, direktur Digital Banking and Technology Bank Mandiri.

Penulis : Hilaluddin

0 comments:

Posting Komentar