Dunia
teknologi informasi terus berkembang. Setelah bisnis dalam jaringan
(online) menggempur pasar konvensional, teknologi informasi mulai
merambah bisnis keuangan melalui layanan keuangan digital atau financial
technology (fintech). Di Indonesia, bisnis fintech tumbuh sangat cepat,
baik jumlah pelakunya maupun transaksinya. Otoritas Jasa Keuangan
mencatat, setidaknya terdapat 120 fintech yang masuk dalam otorisasi
OJK. Jumlah itu belum termasuk jenis usaha fintech di bidang sistem
pembayaran yang akan diatur Bank Indonesia (BI). Sepanjang 2016, BI
mencatat transaksi fintech di Indonesia mencapai US$14,48 miliar atau
setara Rp188,2 triliun. Jumlah transaksi itu diprediksi bisa mencapai
US$130 miliar pada 2020. Melihat fakta tersebut, BI dan OJK tentu tidak
tinggal diam. Saat ini, OJK dan BI mulai menyiapkan aturan sekaligus
mengklasifikasikan jenis fintech yang masuk otorisasi masingmasing
lembaga.
"OJK secara intensif terus mempelajari
perkembangan fenomena fintech, agar OJK dapat mengawal evolusi ekonomi
ini supaya mampu mendukung perkembangan industry jasa keuangan ke depan
dan terus menjamin perlindungan konsumen," kata Wakil Ketua Dewan
Komisioner OJK Rahmat Waluyanto, dalam siaran persnya, di Jakarta,
beberapa waktu lalu. OJK dan BI menyatakan aturan khusus fintech akan
menjamin kepastian usaha dan keamanan bagi masyarakat. Sebagai otoritas
sistem pembayaran, BI mendukung penuh perkembangan transaksi keuangan
berbasis teknologi yang sehat. Dukungan itu diwujudkan dengan
pembentukan Bank Indonesia Fintech Office.
"Fintech Office merupakan wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan produk/layanan dari Fintech,
serta inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi," kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo saat meresmikan BI Fintech Office di Jakarta, Senin (14/11/2016).
serta inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi," kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo saat meresmikan BI Fintech Office di Jakarta, Senin (14/11/2016).
Mengapa kedua otoritas itu begitu peduli
terhadap fintech? OJK dan BI sama-sama melihat fintech bisa menjadi
jalan untuk mendorong program inklusi keuangan. Meski begitu, kedua
otoritas harus memastikan bahwa fintech benar-benar andal, efisiensi,
dan aman. Prinsipnya, transaksi online itu tidak boleh merugikan
konsumen. Bagaimana fintech bekerja? Fintech adalah startup yang
memiliki fokus untuk memaksimalkan penggunaan teknologi guna mengubah,
mempertajam berbagai aspek layanan keuangan. Aspek itu mencakup metode
pembayaran, transfer dana, pinjaman, pengumpulan dana, dan pengelolaan
aset.
Pada kuartal I-2016, data lembaga riset
Accenture menunjukkan, investasi global dalam usaha fintech mencapai USD
5,3 miliar, naik 67% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Di Eropa
dan Asia- Pasifik, investasi ke perusahaan fintech naik hampir dua kali
lipat. Perusahaan rintisan (startup) bidang teknologi keuangan atau
fintech akan menjadi incaran baru para investor. Sepanjang 2015, para
pemain fintech di Asia mendapatkan dana sekitar US$ 4,5 miliar atau
empat kali lebih besar dibandingkan 2014. Artinya, total investasi ke
bidang ini hingga 2015 telah mencapai US$ 19,1 miliar. India dan
Tiongkok menjadi negara yang paling banyak mendapatkan kucuran dana.
Perkembangan di Indonesia
Bagaimana dengan Indonesia? Dalam beberapa tahun terakhir, investasi di bidang fintech juga terus bertumbuh di Indonesia. Pada 2008, investasi di fintech masih sekitar US$900 juta. Pada 2013, jumlahnya meningkat menjadi US$ 3 miliar. "Pada 2018, kami optimistis investasi fintech mencapai US$ 8 miliar," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.
Bagaimana dengan Indonesia? Dalam beberapa tahun terakhir, investasi di bidang fintech juga terus bertumbuh di Indonesia. Pada 2008, investasi di fintech masih sekitar US$900 juta. Pada 2013, jumlahnya meningkat menjadi US$ 3 miliar. "Pada 2018, kami optimistis investasi fintech mencapai US$ 8 miliar," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.
Di Indonesia, fintech menempati urutan
kedua terpopuler setelah e-commerce. Kepopuleran itu berdasarkan jumlah
startup yang menerima pendanaan sepanjang 2015. Yang jelas, fintech
sangat potensial untuk berkembang di Indonesia. Terlebih lagi, tingkat
penetrasi keuangan di Indonesia masih di bawah 35,8%. Ke depan,
kehadiran fintech diharapkan bisa Mempercepat perluasan jangkauan
layanan keuangan. Selain itu, fintech dapat menekan biaya dan waktu
penyediaan layanan keuangan.
Bagi pemain fintech, Indonesia menyimpan
peluang sekaligus tantangan. "Saat ini, industri fintech di Indonesia
masih dalam tahap pengenalan teknologi layanan keuangan bersifat
agnostis dan inklusif," jelas Brata Rafly, CEO Dimo Pay Indonesian
(Dimo), sebuah perusahaan startup yang bergerak dalam bidang mobile
payment. Dimo Pay, misalnya, menghadirkan pengalaman transaksi keuangan
melalui teknologi Quick Response (QR) Code. Konsep Pay by QR ini
bersifat inklusif. Dimo Pay menyediakan sebuah 'bahasa' yang dapat
digunakan oleh sumber dana manapun (bank, telko, e-wallet), pengguna
smartphone dengan brand manapun, dan juga merchant apapun. Selanjutnya,
para merchant dapat melakukan penagihan dengan menampilkan QR Code
melalui print out pada mesin Electronic Data Capture (EDC), monitor
komputer, stiker tempel, maupun langsung pada monitor smartphone.
Seiring dengan meningkatnya angka penetrasi smartphone yang telah
melebihi 43%, Dimo {ay optimistis sistem pembayaran Pay by QR akan
bertumbuh di Indonesia. "Revolusi industry keempat tidak bisa dihindari
oleh cabang industri mana pun, termasuk industri keuangan," ujar Brata.
Keberadaan fintech akan memudahkan masyarakat untuk mengakses
produk-produk keuangan, mempermudah transaksi, dan meningkatkan literasi
keuangan. Di Indonesia, perusahaanperusahaan fintech didominasi oleh
perusahaan startup dan berpotensi besar. Jenis fintech di Indonesia juga
beragam, antara lain startup pembayaran, peminjaman (lending),
perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan
(crowdfunding), remitansi, dan riset keuangan. Dari beragam jenis
tersebut, startup terbanyak di Indonesia adalah fintech pembayaran
seperti Veritrans, DoKu, Kartuku, Sakuku BCA, Dompetku Indosat Ooredoo,
dan Uangku SmartFren. Di bidang investasi, terdapat Bareksa (Marketplace
Reksa Dana) dan IpotFund Supermarket Reksa Dana).
Di bidang perencanaan keuangan,
Finansialku sedang mengembangkan aplikasi untuk merencanakan keuangan.
Dalam bidang pembiayaan, ada UangTeman.com. Wujudkan. com, Kitabisa.com,
Ayopeduli.com, dan GandengTangan.org. Selain itu, terdapat pula situs
pembanding produk-produk keuangan, seperti DuitPintar.com,
HaloMoney.co.id, CekAja.com, ermati.com, RajaPremi.com dan
Asuransi88.com. Di bidang riset keuangan, Indonesia memiliki
Infovesta.com. Kehadiran fintech menjadi tantangan baru bagi industry
keuangan. Sebab, layanan fintech banyak menyasar lini bisnis yang selama
ini menjadi ranah perbankan seperti consumer banking (segmen ritel) dan
pembayaran.
Di sisi lain. Fintech memacu perbankan
untuk memikirkan kembali model bisnis dan cara kerja bank. Bank Mandiri,
induk perusahaan Bank Syariah Mandiri, melihat fintech sebagai mitra
untuk bekerja sama meningkatkan layanan jasa keuangan."Kami memiliki
kerja sama demean beberapa fintech sebagai partner bussiness. Bank
Mandiri juga memiliki anak usaha, Mandiri Capital Indonesia, sebuah
perusahaan modal ventura yang konsentrasi di fintech," jelas Rico
Usthavia Frans, direktur Digital Banking and Technology Bank Mandiri.
Penulis : Hilaluddin
0 comments:
Posting Komentar