Sistem hukum mempunyai pengertian yang penting untuk dikenali. Pertama, pengertian sistem sebagai jenis satuan, yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu menunjuk kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Kedua, sistem sebagian suatu rencana, metode, atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu.
Pemahaman umum mengenai sistem menurut Shrode dan Voich yang dikutip
oleh Satjipto Raharjo mengatakan bahwa suatu sistem adalah suatu
kesatuan yang bersifat kompleks, yang terdiri dari bagian-bagian yang
berhubungan satu sama lain. Pemahaman yang demikian itu hanya menekankan
pada cirinya yang lain, yaitu bahwa bagian-bagian tersebut bekerja
bersama secara aktif untuk mencapai tujuan pokok dari kesatuan tersebut.
Sistem hukum yang tampaknya berdiri sendiri, sesungguhnya diikat oleh
beberapa pengertian yang lebih umum sifatnya, yang mengutarakan suatu
tuntutan etis. Oleh Paul Scholten dikatakan, bahwa asas hukum positif
tetapi sekaligus ia melampaui hukum positif dengan cara menunjuk kepada
suatu penilaian etis. Bagaimana asas hukum bisa memberikan penilaian
etis terhadap hukum positif apabila ia tidak sekaligus berada di luar
hukum tersebut. Keberadaan di luar hukum positif ini adalah untuk
menunjukkan, betapa asas hukum itu mengandung nilai etis yang self
evident bagi yang mempunyai hukum positif.
Karena adanya ikatan oleh asas-asas hukum itu, maka hukum pun merupakan
satu sistem. Peraturan-peraturan hukum yang berdiri sendiri itu lalu
terikat dalam satu susunan kesatuan disebabkan karena mereka itu
bersumber pada satu induk penilaian etis tertentu. Teori Stufenbau dari
Hans Kelsen mengatakan, bahwa agar ilmu hukum itu benar-benar memenuhi
syarat sebagai suatu ilmu, maka ia harus mempunyai objek yang bisa
ditelaah secara empirik dan dengan menggunakan analisis yang logis dan
rasional. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka tidak lain kecuali
menjadikan hukum positif sebagai objek studi.
Oleh karena Kelsen secara konsekuen menghendaki agar objek hukum itu
bersifat empiris dan bisa dijelaskan secara logis, maka sumber tersebut
diletakkannya di luar kajian hukum atau bersifat transeden terhadap
hukum positif. Kajiannya bersifat meta juridis. Justru dengan adanya
grundnorm inilah semua peraturan hukum itu merupakan satu susunan
kesatuan dan dengan demikian pula ia merupakan satu sistem.
Beberapa alasan lain untuk mempertanggungjawabkan, bahwa hukum itu
merupakan satu sistem adalah; suatu sistem hukum itu bisa disebut
demikian karena ia bukan sekedar merupakan kumpulan peraturan-peraturan
belaka. Kaitan yang mempersatukannya sehingga tercipta pola kesatuan
yang demikian itu mengenai masalah keabsahannya. Peraturan-peraturan itu
diterima sebagai sah apabila dikeluarkan dari sumber-sumber yang sama,
seperti peraturan hukum, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Hukum merupakan suatu sistem, artinya hukum itu merupakan suatu
keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian (sub sistem) dan antara
bagian-bagian itu saling berhubungan dan tidak boleh bertentangan satu
sama lainnya. Bagian atau sub sistem dari hukum itu terdiri dari :
Struktur Hukum, yang merupakan lembaga-lembaga hukum seperti kepolisian, kejaksaan, kehaki man, kepengacaraan, dan lain-lain;
Substansi Hukum, yang merupakan perundang-undangan seperti Undang-Undang
Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan
Daerah;
Budaya Hukum, yang merupakan gagasan, sikap, kepercayaan,
pandangan-pandangan mengenai hukum, yang intinya bersumber pada
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.
Ketiga sub sistem tersebut di atas tidak dapat dipisah-pisahkan dan
tidak boleh bertentangan satu sama lainnya. Ketiganya merupakan suatu
kesatuan yang saling berkait dan menopang sehingga pada akhirnya
mengarah kepada tujuan (hukum) yaitu kedamaian.
Bila ketiga komponen hukum tersebut bersinergi secara positif, maka akan
mewujudkan tatanan sistem hukum yang ideal seperti yang diinginkan.
Dalam hal ini, hukum tersebut efektif mewujudkan tujuan hukum (keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum). Sebaliknya, bila ketiga komponen
hukum bersinergi negatif maka akan melahirkan tatanan sistem hukum yang
semrawut dan tidak efektif mewujudkan tujuan hukum.
Sumber : referensimakalah.com
0 comments:
Posting Komentar